OPINI

Rasa

Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan sempurna. Terdiri dari berbagai unsur mulai dari unsur jasmani hingga rohani. Kesempurnaan ini tidaklah dimiliki oleh makhluk lain. Dari segi jasmani, kita haruslah bersyukur binatang dan tumbuhan tidak memiliki jasad sesempurna kita. Dari sisi rohaniah pun demikian, malaikat, jin, dan sebangsanya tidaklah memiliki kesempurnaan akal dan hati seperti kita.

Terlalu kufur nikmat jika kita menolak anugerah Tuhan ini. Sebagai bentuk rasa syukur kita bisa melakukan hal-hal yang positif dari pemberian Tuhan ini. Termasuk tidak mengingkari dan menolaknya.

Adakah manusia yang tidak ingin memiliki tangan dan kaki?. Adakah manusia yang tidak ingin melihat dan mendengar?. Saya rasa semua dari kita sepakat bahwa tidak ada satupun manusia yang mengingkari nikmat Tuhan ini. Ini masih seputar pembahasan anugerah fisik. Bagaimana dengan rohani kita?. Sama halnya demikian, kita pun tidak bisa menolaknya. Semua itu akan mengalir begitu saja tergantung penerimaan yang kita dapat.

Ketika kita dihina dan dicaci, pasti timbul rasa marah. Itu alami dan natural. Inilah sifat manusia yang tidak bisa dipungkiri. Termasuk juga dengan adanya rasa cinta dan kasih sayang, tidak bisa kita menolaknya. Ini anugerah yang Tuhan berikan untuk kita dan wajib kiranya untuk kita syukuri. Tidak ada yang salah dengan marah dan cinta.

Hanya bangkai yang tidak boleh merasakan marah dan cinta. Selama nafas ini masih berhembus, selama itu pula segala rasa akan menghiasi kehidupan kita. Jangan ditolak dan jangan dipungkiri. Nikmati dan syukurilah pemberian Tuhan ini.

Namun seringkali dengan rasa yang Tuhan berikan kepada kita, timbulah rasa lainnya di manusia sekitar kita. Semua tergantung penerimaan individu masing-masing. Ketika kita memiliki rasa sayang kepada manusia lain, tidak selamanya akan terbalas dengan sayang pula. Terkadang ada rasa marah dan benci dari sebuah rasa sayang. Sebaliknya demikian, rasa marah dan benci pun tidak selamanya akan terbalaskan dengan kebencian pula. Semua tergantung penerimaan individu masing-masing.

Ada yang sangat peka dengan rasa orang lain, namun tidak jarang pula dari kita justru tidak respect terhadap rasa orang lain. Ketika kita mengucapkan satu perkataan yang tidak mengenakkan, pasti yang mendengar ucapan kita akan marah dan tersinggung. Namun jika kita tidak merasa demikian, maka rasa marah dari orang lain tersebut akan kita terima dan kita anggap sebagai lelucon belaka. Kita mungkin akan tertawa melihat dia marah dengan berbagai ekspresinya, karena penerimaan kita tidaklah sama dengan apa yang diterima orang tersebut. Termasuk juga ketika kita mengucapkan kalimat yang membuatnya marah, kita tidak memiliki rasa benci dan marah, namun receiver dari orang tersebut menerima sesuatu dari kita sebagai kemarahan.

Cinta dan rasa kasih sayang pun demikian. Kita tidak bisa untuk tidak mencintai. Ketika melihat sesuatu yang menyenangkan hati seperti pemandangan alam yang menakjubkan, atau ketika kita melihat fenomena alam yang luar biasa, atau ketika orang terdekat kita mendapatkan kebahagiaan, atau diri kita sendiri yang memperoleh tambahan rejeki, pasti rasa bangga, bahagia, senang, cinta, sayang dan segala macamnya akan hadir menghiasi hati kita. Kita tidak bisa menolak itu semua. Sekali lagi hanya mayat yang tidak akan tersenyum ketika melihat suatu keindahan.

Sama halnya kondisi marah dan benci di atas, rasa sayang, bahagia, dan segala yang indah itu pun seringkali pula diterima oleh manusia lain dengan rasa yang berbeda. Pernahkah senyum Anda justru membuat orang lain marah?. Atau ketika kita memberikan sesuatu dengan rasa kasih sayang, namun pemberian kita dianggap sebagai sesuatu yang menghinakan sehingga timbullah rasa marah dan benci?.

Keterkaitan dengan manusia lain memang tidak bisa dielakkan dari adanya rasa yang kita miliki. Dan untuk meminimalisir hal negatif dari rasa yang kita miliki hanya dengan mengendalikan rasa tersebut. Kita tidak bisa menolak dan mengingkari keberadaan rasa tersebut, namun kita bisa mengendalikannya agar tidak menimbulkan penerimaan yang berbeda dari orang lain yang akan memperkeruh suatu hubungan.

Ada saatnya kapan kita harus meluapkan kemarahan dan kebencian, namun kita tidak bisa menolak adanya rasa marah dan benci dalam hati kita. Ada saatnya pula kapan kita harus mengekspresikan rasa cinta dan sayang, namun kita tidak bisa menolak dan mengingkari anugerah Tuhan tersebut. Akui adanya rasa marah dan cinta, semua itu nyata dan memang hadir secara alami. Namun kendalikan agar tidak menimbulkan gejolak dari penerimaan yang berbeda dari orang lain.

Yang perlu diolah sekarang adalah bagaimana kita mengendalikan berbagai rasa tersebut?. Saya sendiri belum menemukan jawaban yang tepat dan pasti, karena memang tidaklah mudah mengendalikan sebuah rasa. Disisi lain banyak pejalan kehidupan yang justru mengatakan just be your self, jadilah diri sendiri. Lantas bagaimana dengan penerimaan yang berbeda dari orang lain?. Kalau penerimaan tersebut positif, masih lebih baik sekalipun dari anggapan positif tetap akan menimbulkan masalah dengan warna yang lain. Yang mengkhawatirkan ketika penerimaan tersebut menjadi suatu yang bersifat negatif, bukankah akan banyak masalah setelahnya?. Lantas masih bisakah kita cuek, tidak peduli, dan dengan mudah mengatakan lebih baik jadi diri sendiri?.

Saya tidak menyalahkan nasihat baik tersebut. Memang benar adanya ketika pembahasannya tentang emosional diri. Kita bisa merasakan ketenangan dan kebahagian ketika kita tidak terpengaruh oleh rasa orang lain. Namun kepekaan interpersonal kita akan menjadi kabur. Sedangkan kita tahu bersama bahwa manusia adalah makhluk sosial yang antara satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Kita tidak bisa hidup dengan sendiri tanpa memikirkan penerimaan rasa orang lain. Bagaimanapun juga kita tetap harus memahami rasa orang lain. Namun kembali lagi, terkadang rasa yang kita berikan diterima dengan rasa yang lainnya.

Siklus ini memang rumit, namun begitulah adanya. Maka di atas saya sudah mengatakan bahwa tidak ada jawaban pasti untuk rasa ini. Satu pesan sebagai penutup tulisan ini, “jangan mengingkari adanya rasa. Akui keberadaan rasa benci, marah, cinta, sayang, bahagia dan rasa lainnya. Mereka datang dengan sendirinya. Namun penerimaan rasa yang berbeda dari orang lain juga tidak bisa dipungkiri. Satu-satunya nasihat adalah terimalah semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Terkadang kotoran pun kalau kita bisa mengolahnya akan menjadi sesuatu yang bermanfaat”.

Santri Somplak

Puspo, 05 Oktober 2021

Tinggalkan komentar